Perilaku menyimpang dalam sosiologi

Perilaku menyimpang dalam sosiologi-Suatu perilaku akan dianggap menyimpang apabila perilaku tersebut dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri (conformity) terhadap kehendak masyarakat. Maraknya perilaku menyimpang dewasa ini dianggap telah meresahkan masyarakat.

Mengenai perilaku menyimpang, para ahli juga mengemukakan sejumlah definisi. Adapun definisi yang dipaparkan adalah sebagai berikut.

1.James W. van der Zanden

Perilaku menyimpang adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi (dalam Sunarto, 2008).

2. Robert M. Z. Lawang

Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial (dalam Setiadi, 2011).

3. Tuti Budirahayu

Perilaku menyimpang adalah perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan, ataupun norma sosial yang berlaku (dalam Narwoko, 2010).


Secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang oleh Narwoko (2010) adalah sebagai berikut.

  1. Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang ada. Contohnya adalah memakai sandal yang sudah usang ke acara resmi, membolos sekolah, membuang sampah sembarangan, melanggar aturan lalu lintas, dan sebagainya.
  2. Tindakan yang antisosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Bentuk tindakan dimaksud adalah menarik diri dari pergaulan, menolak untuk berteman, keinginan bunuh diri, dan lainnya.
  3. Tindakan kriminal, yaitu suatu tindakan yang dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum karena dapat mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Contohnya adalah pencurian, perampokan, penganiayaan, pembunuhan, dan sebagainya.

BACA JUGA : Kelompok Sosial dalam Sosiologi dan Macam-Macamnya

Secara sosiologis, ada sejumlah faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang dalam masyarakat. Adapun faktor penyebab perilaku menyimpang adalah sebagai berikut.

1.Longgar/Tidaknya Nilai dan Norma

Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik atau buruk, melainkan herdasarkan ukuran longgar tidaknya norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Norma dan nilai sosial yang berlaku di suatu masyarakat akan berbeda dengan norma dan nilai sosial masyarakat yang berlaku pada tempat lain.

2. Sosialisasi yang Tidak Sempurna

Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak sempurna, sehingga menimbulkan perilaku menyimpang. Berikut adalah ciri proses sosialisasi yang dikatakan berlangsung sempurna apabila:

  • Diawali dalam keluarga (primer) dan dilakukan oleh kedua orangtua, ayah dan ibu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang dibesarkan oleh orang tua tunggal, baik akibat perpisahan, perceraian, maupun kematian, memiliki kemungkinan untuk menjadi pelaku penyimpangan, seperti kenakalan remaja.
  • Orang tua mampu menjaga konsistensi antara ucapan dan tindakan, sehingga dapat menjadi sosok teladan bagi anak, Contoh dalam keluarga adalah orang tua idealnya bertindak sebagai panutan atau menjadi teladan. Namun, kadangkala orangtua justru memberi contoh yang salah, seperti berkata kasar. Anak yang melihatnya sangat mungkin akan mengikuti perilaku menyimpang tersebut.
  • Berlangsung dalam lingkungan hunian yang ideal, sehingga ada kesesuaian antara nilai-nilai disosialisasikan dengan realitas nyata yang dialami individu. Contohnya adalah seorang anak dibesarkan di kawasan pemukiman kumuh, tentu akan sulit bagi orang tua untuk mensosialisasikan nilai-nilai kesopanan kepada anak karena dalam kehidupan sehari-hari ia akan sering melihat warga di sekitarnya cekcok saling memaki, mengucapkan kata-kata yang tidak pantas, dan sebagainya.

3. Sosialisasi Subkultur Menyimpang

Perilaku menyimpang juga terjadi pada kelompok masyarakat yang memiliki nilai-nilai subkultur yang menyimpang, yaitu suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan/pada umumnya. Contohnya adalah penganut kebudayaan subkultur “Punk” dari anak-anak muda Indonesia yang mencontoh gaya hidup bebas dari anak-anak muda “Punk” di negara-negara Barat.

BACA JUGA : Teori yang Menjelaskan Perkembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Sosial

Ada beberapa teori yang dirumuskan oleh para sosiolog untuk menjelaskan megenal perilaku menyimpang, khususnya penyebab dari penyimpangan. Adapun teori-teori yang dirumuskan adalah sebagai berikut.

  • Teori Anomie, Robert K. Merton (dalam Narwoko, 2010). Hipotesis Merton adalah perilaku menyimpang merupakan pencerminan tidak adanya kaitan antara aspirasi yang ditetapkan kebudayaan dan cara yang dibenarkan oleh struktur sosial untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Merton, struktur sosial menghasilkan tekanan ke arah anomie (kekacauan) dan perilaku menyimpang. karena keterpaksaan. nekatnya, individu melakukan perilaku menyimpang karena keterpaksaan.
  • Teori Differential Association, Edwin H. Sutherland (dalam Sunarto, 2008). Menurut pandangan Sutherland, penyimpangan bersumber pada pergaulan yang berbeda. Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya. Melalui proses belajar, seseorang dapat menjadi penyimpang karena mempelajari suatu sub kebudayaan menyimpang. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa seseorang dapat menjadi seorang penyimpang karena bergaul dengan orang-orang yang menyimpang.
  • Teori Kontrol, Seorang ahli yang mengembangkan teori ini adalah Travis Hirschi. Travis Hirschi (dalam Narwoko. 2010) menyatakan bahwa ide utama dari teori kontrol adalah perilaku menyimpang merupakan hasil dari kekosongan atau lidak adanya pengendalian sosial (social control). Teori kontrol dibangun alas dasar pandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak patuh pada norma dan memiliki dorongan untuk melakukan pelanggaran. Oleh sebab itu, pengendalian sosial mutlak diperlukan sepanjang waktu.
  • Teori Labeling, Menurut Edwin M. Lemert (dalam Sunarto, 2008) seseorang dapat menjadi penyimpangan karena proses labeling (pemberian julukan, cap, dan etiket) negatif yang dilekatkan masyarakat kepadanya. Mula-mula, seseorang melakukan penyimpangan, yang oleh Lemert disebut penyimpangan primer (primary deviation), lantas orang lain memberikan berbagai cap negatif kepada dirinya. Sebagai tanggapan terhadap cap negatif tersebut, maka pelaku penyimpangan kemudian mendefinisikan dirinya sebagai seorang penyimpang dan melakukan penyimpangan sekunder (secondary deviation). Hingga pada akhirnya, ia pun mulai menganut suatu gaya hidup menyimpang (deviant lifestyle). Contohnya adalah seorang anak mula-mula hanya mencuri sepotong roti dari lemari, namun setiap kali ada sesuatu yang hilang seluruh anggota keluarga selalu menuduhnya sebagai pelaku. Lambat laun, ia akan berpikir, tidak mencuri pun ia dituduh pencuri, maka lebih baik ia mencuri saja sebab ia telah terlanjur dicap sebagai pencuri. Lama kelamaan, ia terbiasa melakukan pencurian.

Tinggalkan komentar dibawah apabila ada yang perlu dikoreksi,kebenaran hanya milik ALLAH SWT dan kesalahan datangnya dari diri saya sendiri, kita belajar bersama dan sampai jumpa di tulisan berikutnya.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *